Amnesty Internasional mendesak Indonesia untuk menghentikan eksekusi mati, karena jika hukuman mati ini masih tetap di laksanakan, maka ini akan menjadi kemunduran besar dalam urusan hukum di Indonesia.

“Perkembangan-perkembangan terkait hukuman mati juga melemahkan peran positif yang telah dimainkan Indonesia di ASEAN dalam mempromosikan penghargaan yang lebih terhadap hak asasi manusia.”

Sebanyak 68 negara (termasuk Indonesia) masih menerapkan hukuman mati, sementara 88 negara telah menghapuskan hukuman eksekusi mati lewat hukum atau secara praktik, dan 17 di antaranya dari kawasan Asia Pasifik.

Amnesty (Pengampunan) International, badan internasional yang berkedudukan di Inggris menentang hukuman mati di semua kasus tanpa pengecualian. Pada kasus Indonesia, tidak ada indikasi yang jelas mengapa negeri ini masih melanjutkan eksekusi mati.

Di negeri yang terlihat bergerak menjauh dari praktik brutal dalam beberapa tahun belakangan, Eksekusi mati lainnya harus dihentikan. Eksekusi mati ini menjadi bahan pertanyaan atas reformasi hak asasi manusia dan komitmen yang dibuat oleh pemerintah Indonesia di tahun-tahun belakangan ini.

images (15)

Poro kadang lan pinisepuh ingkang minulo, Nuwunsewu…

Melihat realitas yang ada sungguh ngeri, apa jadinya jika suatu negara mempraktekkan hukuman potong tangan, pancung, eksekusi dsb… bagaimana ia mengayomi hak asasi rakyatnya jika hukumannya tidak mendidik dan tanpa welas asih?…

Mungkin kita tak bisa bicara banyak menjelenterahkan aturan hukuman dsb, namun sebaik-baiknya bangsa adalah yang selalu eling lan waspada. kalau bangsa Eropa, Australia, Philipina dsb yang leluhurnya tak mengenal etika dan budaya, bisa menghapus hukuman mati (karena sudah tidak relevan dengan kemanusiaan), maka sebenarnya kitapun jauh lebih mampu dalam segalanya, termasuk hal kemanusiaan. Di bumi Nusantara, ajaran yang utama adalah welas asih, karena itu penghapusan hukuman mati juga merupakan persembahan yang luhur dalam menjaga dan menegakkan ‘Hamemayu Hayuning Bawana’.

Untuk itu, artikel ‘antara Ratu Shima dan Amnesty International’ ini sengaja saya sajikan tanpa sekat, sebuah sentilan negeri yang pernah di pimpin oleh seorang ratu keadilan, bahwa seorang ratupun pernah khilaf/ berbuat salah di bumi pertiwi. Ironisnya negeri asing semacam Inggris yang pernah di jajah oleh Romawi justru mengusung nilai-nilai warisan positif dari keadilan dan HAM, lalu mengapa kita yang notebenenya lebih tua peradabannya dari Romawi tidak bisa menerapkannya??…

unduhan (8)

Kembali ke topik, hal ini juga menyangkut kesadaran taraf ‘spiritual’, jika seorang/ institusi negara menghukum dengan cara membalas nyawa dengan nyawa maka itu masih tahap manusiawi, namun ketika kita memilih memaafkan, dan menggantikannya dengan hanya hukuman penjara, itu sudah tarafnya ilahi/ kedewaan/ devine.

Apapun sebenarnya, manusia tidak berhak menghakimi lainnya, biarlah Tuhan yang bertindak sebagai pengambil nyawa. sebagai manusia kita tetap harus memanusiakan manusia. Ini bukan berarti kita tidak bisa empaty kepada keluarga korban, untuk keluarga korban yang berduka, pemerintah juga wajib menyantuninya, baik secara materi maupun non materi seperti bimbingan agama maupun psikolog, dsb. Berapa banyak hukuman mati tapi itu tak bisa menyadarkan manusianya, jerahkan mereka?… selama ribuan tahun?… apakah kita pernah berpikir untuk hari esok, yang akan datang?… janganlah hanya puas hari ini saja hutang nyawa balas nyawa…

Keyakinan terkadang memang ada yang membutakan manusia, tapi kita bisa percaya pada hal yang mencerahkan (enlightenentment)… pikirkan sejenak jika seorang kriminal yang kejam mati di tiang gantungan lalu nyawanya berkeliaran tidak tenang, lalu jika ia di lahirkan kembali maka ia bukan tak mungkin lebih kejam lagi di kehidupan yang akan datang… karena apa?… itu karena ia tidak di beri kesempatan memperbaiki mental dan jiwanya, menebus dosa-dosanya, entah dengan jalan berdoa atau minimal meminta maaf kepada korbannya selama seumur hidupnya sampai ia tersadar bahwa yang ia lakukan adalah kebiadapan, untuk itu ia berjanji dalam hati untuk tidak pernah melakukannya lagi baik di kehidupan sekarang maupun nanti.

unduhan (7)

Kita bisa belajar dari kisah ‘Ratu Shima’ seorang Ratu yang pernah memimpin di tanah Nusantara dengan benar-benar jujur, bersih, tegas dan disiplin… namun tatkala ia di uji oleh putranya sendiri, ia jumawah sehingga ia menggunakan dengan cara-cara kekerasan untuk mendidik anak dan rakyatnya. akhirnya… sang Ratu tersadar bahwa apa yang ia lakukan adalah kesalahan besar dan iapun memperoleh ‘karma’ karenanya.

Jagad Wanodya

Pelajaran yang bisa kita petik adalah: Walaupun tujuannya baik tapi jika penerapannya tidak manusiawi, maka itu sama saja mencemari niat baiknya.

Bukankah Ratu Shima adalah contoh konkrit dari sifat kejumawahan/ kengakuhan ego manusia?… dan bukankah ia juga sudah menyadari kekhilafannya, ia sangat menyesali perbuatannya dan lalu ia mengorbankan dirinya sendiri dengan cara moksha agar kelak generasinya tidak mengikuti jejaknya…

images (17)Sang Legenda Ratu Shima telah meninggalkan warisan positif untuk kita teladani dalam kompleksitas persoalan hak asasi manusia yang telah ada di bumi Nusantara sejak ribuan tahun silam.

Tiada kata terlambat, mari kita segera berbenah, hentikan hukuman yang tanpa welas asih, bangkitkan kembali spirit ratu keadilan yang sesungguhnya di Bumi Pertiwi yang kita cintai bersama ini 🙂 …

Rahayu Samya Sih.

***