Saya beruntung bekerja di sebuah perusahaan yang menempatkan Sumber Daya Manusia, sebagai asset, sebagai pusat usaha (centre of business), bahkan sebagai inti dari usaha (core of business). Bahkan salah satu tata-nilai (value) yang dicanangkan dalam corporate statement  adalah “respect people”.

Kebanyakan orang menerjemahkan value tadi dengan “menghormati manusia”. Tak sederhana itu, ketika saya diminta menjabarkan arti “respect people”, untuk ditularkan kepada audiences di sebuah kelas pelatihan. Ternyata, “respect people” adalah istilah yang mengandung makna substantif dan filosofis yang sangat dalam dan luas.

cvr-etikahdporgjawa-suwardi-endraswara-cmprsedit1

Mungkin karena keterbatasan kosa kata, “respect people” harus dipadankan dengan 4 istilah yang harus dipahami bersama. Yang pertama adalah “menghormati orang lain”. Istilah ini lebih condong berkonotasi fisik, ketimbang substantif. Bertemu kenalan di lobi gedung perkantoran dan mengucapkan “selamat pagi”, dinamakan “menghormati teman”. Tak peduli, apakah  disertai umpatan dalam hati karena hutangnya belum dibayar, atau makian karena ingat kecaman di rapat mingguan kemaren yang masih membekas di dalam sana. Tulus atau tidak, ikhlas atau tidak, mengumpat atau tidak, “selamat pagi” menandakan hormat kepada orang lain.  Setidaknya, yang terlihat kasat mata. Belum cukup bukan?

Kedua, “respect people” juga  mengandung arti “menghargai orang lain”. Orang Jawa mempunyai ungkapan jitu untuk menjelaskan frasa ini. “Nguwongke uwong” (memanusiakan manusia). Mengapa banyak pesan agar manusia harus  dimanusiakan? Bukankah bagaimana pun,  seseorang adalah manusia? Benar, tetapi banyak kisah  bagaimana perlakuan (banyak) orang kepada orang(-orang) lain yang tidak manusiawi. Ratusan perempuan (banyak manusia) di Medan, berpredikat (calon) PRT disiksa, bahkan dibunuh oleh  manusia lain yang berlindung dibalik “perusahaan jasa penyaluran PRT”. Atau pengabaian nyawa manusia di jalan raya  oleh pengendara ugal-ugalan yang melanggar sopan-santun lalu-lintas.  Banyak cerita mengapa “nguwongke uwong” masih menjadi pesan yang harus digaungkan untuk menegakkan “respect people”.

Ketiga, “respect people” mengandung arti “peduli orang lain”. Tapi, siapa saja yang harus dipedulikan? Bila dihitung sejak lahir, banyak sekali orang  yang sudah peduli dengan kita, dan masih akan banyak lagi. “Peduli atau mati”, adalah jargon yang pas meski sedikit agak lebay didengarnya. “Peduli” seperti vitamin yang membuat hidup menjadi “hidup”, antusias dan bahagia. “Urip iku urup”. Hidup tidak hanya harus “menyala”, tetapi juga semangat dan bermanfaat bagi sesama. “Urup” itu menyinari, menghangatkan, membuat orang lain bergelora.

Keempat, “respect people”  juga berarti “empati kepada orang lain”. Duduklah di kursi yang sedang diduduki orang.  Atau, cobalah mengenakan sepatunya di kakimu.  Akan dirasakan bahwa sesama bagaikan cermin yang ada di depanmu. Kalau tersenyum, bayangan  di dalam sana ikut tersenyum. Kalau cemberut, dengan kepalan tangan ke arah sana, gambar yang sama terlihat di cermin. Dengan empati kita belajar toleransi. Dengan empati kita rendah hati. Dengan empati kita tahu diri. Itulah “respect people”.

download (3)

Pertanyaan sederhana mudah timbul. Biasanya men-challenge orang, apa yang terjadi bila values itu tak muncul? Mengapa bersusah payah, bila tanpa itu sudah kaya, sudah pintar, sudah kuat, sudah tenar, dan sudah dihormati orang? Pertanyaan oratoris yang tak perlu dijawab. Ia dijawab oleh pertanyaan itu sendiri. Respect kepada liyan akan memantulkan sikap serupa dari mereka. “Ngajeni liyan, nggawe diajeni (respect kepada orang lain, membuat orang lain respect kepada kita), respect people melahirkan respect yang sama dari sana, melancarkan jalan, memudahkan proses, dan menyederhana urusan”. Aneh bukan?, Itu fakta yang sulit dibantah.

Sering mengandung misteri, respect memang susah. Hormat  lebih mudah. Respect sulit karena harus “memberi”, bukan langsung menerima. Padahal respect membuahkan kebahagiaan yang sulit didapat dengan cara lain. Hormat berjangka pendek, respect lebih langgeng. Hormat kepada orang yang menentukan nasib kita sangat mudah. Respect kepada orang kebanyakan jauh lebih sulit. Menyapa petugas satpam atau OB menjadi gamang karena sama sekali tak mengubah “nasib” kita, sementara respect kepada atasan, sering membuahkan “keuntungan” seketika.

Respect  adalah mengakui keberadaan, menghormati eksistensi dan mengakui peran orang lain. Tiga hal yang membuat manusia berbesar hati dan memantulkannya seperti bayangan cermin yang persis sama. Menegur orang ternama adalah biasa, menyapa mereka yang tak dikenal adalah luarbiasa. Merangkul sahabat dilakukan oleh banyak orang, peduli kepada orang biasa adalah istimewa. Menyayangi keluarga, menguntungkan kawan,  dan menyenangkan kelompok mudah dilakukan. Empati dan peduli orang lain, menjadi  bekal utama untuk berbahagia.

Ditulis oleh : Bpk PM. Susbandono

***